Maros-Sulawesi Selatan Malino, 10 Mei a – Kongres ke-18 HPPMI Maros yang digelar di Malino untuk menetapkan kepengurusan periode 2025–2027 berubah menjadi panggung kekerasan dan konflik struktural. Seorang kader yang berinisial AH (21) dari Komisariat UNIBOS-Polibos mengalami luka akibat lemparan kursi yang diduga dilakukan oleh oknum dari komisariat tertentu. Kekacauan ini terjadi di tengah upaya sejumlah kader, khususnya dari UNIBOS-Polibos, yang sejak awal hadir dengan semangat memperbaiki arah organisasi.
Menurut Andi Mawang Batara Soli, Kabid Advokasi dan Investigasi Komisariat UNIBOS-Polibos, forum tidak layak dibuka karena permasalahan organisasi belum diselesaikan secara mendasar. Ia menegaskan bahwa pembukaan forum dipaksakan tanpa memenuhi syarat konstitusional, sebab hanya dua dari lima Steering Committee (SC) yang hadir, termasuk ketidakhadiran Koster, yang seharusnya menjadi pengawal utama forum sesuai aturan organisasi. Selain itu, kehadiran dua Ketua Umum dan dua SK dari Pimpinan Pusat memperlihatkan bahwa organisasi masih berada dalam kondisi dualisme yang akut.
“Kami mempertanyakan, apakah ini forum kongres rekonsiliasi atau forum pengesahan dualisme? Jika forum dipaksakan dalam kondisi ini, maka yang terjadi adalah pembunuhan konstitusi organisasi secara sistematis,” ungkap Andi Mawang. Ia juga menyampaikan bahwa penolakan UNIBOS-Polibos terhadap forum bukan semata sikap oposisi, melainkan bagian dari komitmen terhadap integritas organisasi. Namun, komitmen tersebut justru dijawab dengan tindakan kekerasan fisik dan pemaksaan forum oleh beberapa oknum SC dan kader tertentu.
Kondisi ini semakin memperkuat sorotan terhadap HPPMI Maros yang disebut telah kehilangan independensinya. Seperti diberitakan oleh NewsTV.id dalam artikel bertajuk "HPPMI Maros: Boneka Penguasa Daerah", dugaan adanya intervensi kekuasaan dalam arah gerak organisasi kian nyata. Forum yang seharusnya menjadi ruang rekonsiliasi kini terlihat lebih sebagai panggung formalitas untuk mengesahkan konflik dan kepentingan elit.
HPPMI Maros berada di titik kritis. Jika kekerasan dan inkonsistensi dijadikan alat pengelolaan organisasi, maka regenerasi kader akan hancur, dan organisasi akan kehilangan kepercayaan dari akar basisnya sendiri. Saatnya seluruh elemen kader berpikir jernih: apakah kita ingin menyelamatkan organisasi, atau sekadar mengamankan posisi dalam struktur yang telah rusak dari dalam?
Sebagai bentuk tanggung jawab dan upaya mencari keadilan atas insiden kekerasan tersebut, kami dari Komisariat UNIBOS-Polibos telah secara resmi melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian. Laporan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk mengusut tuntas pelaku dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
Tim/Red
Posting Komentar