“Drama Dana Hibah KONI Gayo Lues: Siapa Pemeran Utama di Balik Rp1,2 Miliar yang Hilang Arah?”
Kejaksaan Negeri (Kajari) Gayo Lues. Melalui Kepala Seksi Tindak pidana Khusus, Ahmad Syafi'i Hasibuan.
Gayolues, merah putih Sebuah kabupaten yang dikelilingi kabut dan bukit-bukit hijau, semangat olahraga semestinya berlari di lintasan harapan. Namun di Gayo Lues, negeri yang dikenal dengan tarian Saman dan julukan Negeri Seribu Bukit, aroma kecurigaan justru menyeruak dari gelanggang Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Sebuah dana hibah yang seharusnya menjadi bahan bakar semangat atlet, kini berubah menjadi bara tanda tanya—Rp1,2 miliar yang menguap tanpa jejak yang terang.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Gayo Lues, melalui Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Ahmad Syafi’i Hasibuan, mengonfirmasi bahwa lembaganya tengah mendalami dugaan penyalahgunaan dana hibah KONI tahun anggaran 2024. “Kami sudah memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan. Saat ini masih tahap penyelidikan, belum ada tersangka,” ujarnya, Selasa 14/10/2025
Sebuah kalimat yang terdengar tenang, namun di baliknya tersimpan badai. Sebab, publik sudah mulai gelisah — wondering — bertanya-tanya: sampai kapan drama ini berputar tanpa akhir?
Penyelidikan ini bermula dari laporan masyarakat. Beberapa kegiatan KONI yang tercatat di laporan pertanggungjawaban disebut tidak pernah terlaksana.
Ada kejuaraan yang tak pernah digelar, pelatihan atlet yang tak pernah berlangsung, dan laporan pembinaan yang seolah hidup di atas kertas.
“Ada dugaan laporan fiktif,” kata Syafi’i singkat, namun tajam seperti pisau di meja bedah.
Tim penyidik kini tengah membedah bukti administrasi dan laporan keuangan. Mereka menelusuri money flow — aliran uang — dari kas daerah hingga ke tangan pengelola KONI. Sebuah upaya mencari benang merah di antara tumpukan kertas pertanggungjawaban yang mulai berbau debu birokrasi.
Dana hibah itu sejatinya diperuntukkan bagi pembinaan atlet, pelatihan pelatih, penyelenggaraan event olahraga, hingga operasional KONI Gayo Lues. Namun, seperti bola yang terlepas dari kaki pemain, sebagian dana justru diduga menggelinding ke arah yang tak semestinya. Publik mulai bertanya: where did the money go? — ke mana uang itu pergi?
Di ruang kerjanya yang sederhana, Ahmad Syafi’i menegaskan satu hal: Kejaksaan tak akan gentar. “Kami bekerja berdasarkan bukti dan fakta. Tidak ada intervensi. Bila nanti ditemukan unsur pidana dan cukup alat bukti, kami akan tingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka,” ucapnya.
Sebuah janji yang terdengar tegas. Namun di tanah di mana korupsi sering disamarkan sebagai “kesalahan administrasi”, masyarakat belajar untuk tidak cepat percaya. Mereka menunggu bukan janji, tapi bukti.
Syafi’i juga membuka pintu bagi masyarakat yang memiliki informasi tambahan. “Kami terbuka untuk siapa pun yang mau membantu mengungkap kasus ini. Korupsi adalah musuh bersama,” katanya. Kalimat itu seperti menghidupkan kembali kepercayaan publik yang sempat redup—bahwa masih ada aparat penegak hukum yang mau berjalan di atas garis keadilan, bukan di bayang-bayang kekuasaan.
Hasil pemeriksaan awal menunjukkan adanya beberapa kegiatan yang tak terealisasi penuh, padahal dana telah dicairkan. Dari laporan keuangan, sebagian kegiatan justru diduga hanya menjadi paper project — proyek di atas kertas — tanpa wujud di lapangan. Atlet yang seharusnya mendapat pelatihan malah tak pernah dipanggil. Sementara beberapa pengurus KONI justru sibuk memberikan klarifikasi di hadapan penyidik.
Masyarakat pun mulai berbisik di warung kopi. Ada yang menyebut dana itu mengalir ke “pihak luar”, ada pula yang meyakini sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi. Tak ada yang berani menyebut nama, tapi rumor sudah lebih cepat dari angin pegunungan Gayo Lues.
Kasus ini, bagi sebagian warga, bukan sekadar soal angka Rp1,2 miliar. Ini tentang moral collapse — keruntuhan moral — di balik papan nama organisasi yang seharusnya menumbuhkan sportivitas dan integritas. Ironisnya, ketika atlet berjuang untuk mengibarkan nama daerah, ada oknum yang justru bermain di belakang layar, menulis skenario “drama hibah” yang memalukan.
Kajari Gayo Lues, di bawah kepemimpinan Ahmad Syafi’i Hasibuan, berjanji akan mengevaluasi ulang seluruh proses penyaluran dan penggunaan dana hibah tersebut.
“Kami tidak ingin ada satu rupiah pun dana publik yang disalahgunakan. Setiap aliran uang harus bisa dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Namun, publik tahu jalan menuju keadilan jarang lurus. Akan selalu ada kabut kepentingan yang menutupi pandangan. Pertanyaan besar pun menggantung di udara: siapakah nanti pemeran utama dalam sandiwara ini? Siapa yang menulis naskah dan siapa yang bersembunyi di balik tirai kekuasaan.
Kasus KONI Gayo Lues adalah cermin kecil dari penyakit besar di tubuh birokrasi daerah. Dana hibah — yang mestinya menjadi “oksigen” bagi pembangunan sosial dan olahraga — sering kali berubah menjadi ladang empuk bagi mereka yang lihai menulis laporan, tapi malas bekerja di lapangan.
Inilah wajah klasik dari moral hazard (resiko moral) ketika seseorang merasa aman melakukan penyimpangan karena yakin tidak akan tersentuh hukum.
Masyarakat kini berharap agar Kejari tidak berhenti di penyelidikan. Bahwa janji “usut tuntas” tidak berhenti sebagai jargon tahunan. Bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah, tapi juga berani menatap ke atas — bahkan bila yang duduk di kursi tinggi adalah mereka yang dulu menandatangani pencairan dana.
Di ujung tulisan ini, satu hal menjadi jelas: Rp1,2 miliar bukan hanya angka dalam laporan keuangan. Ia adalah simbol dari kepercayaan rakyat yang diberikan kepada lembaga publik. Jika uang itu benar-benar diselewengkan, maka yang hilang bukan sekadar dana, melainkan trust kepercayaan yang jauh lebih mahal dari apa pun.
Kini, panggung sudah dibuka. Lampu sorot penyelidikan mulai diarahkan. Publik menunggu siapa yang akan berdiri di tengah, menjadi “pemeran utama” dalam drama hibah KONI tahun 2024.
Apakah ia akan tampil dengan wajah polos, atau tersenyum getir di balik baju orange tahanan?
Waktu akan menjawab.
Dan sejarah seperti biasa tak pernah berpihak pada mereka yang bermain api dengan uang rakyat.
Liputan ( 5411180 )
Posting Komentar