Maros, 18 Oktober 2025 — Sebuah papan bertuliskan “Tanah ini bersertifikat hak milik atas nama Rosdiana” terpasang di atas lahan kosong berpagar seng yang berlokasi tepat di samping SPBU Bandara Lama di Jalan Poros Barru–Makassar, Dusun Ongkoe, Kelurahan Tellumpoccoe, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros. Keberadaan papan tersebut menuai sorotan publik karena dinilai tidak lazim, sebab hanya mencantumkan nama pribadi tanpa disertai nomor sertifikat, luas lahan, maupun keterangan resmi dari instansi berwenang.
Kehadiran papan klaim sepihak ini menimbulkan dugaan kuat adanya penyimpangan terhadap ketentuan hukum pertanahan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan regulasi tersebut, setiap hak atas tanah wajib memiliki dasar hukum yang sah dan dibuktikan dengan sertifikat resmi yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pencantuman nama pribadi tanpa kejelasan administratif tidak hanya melanggar asas kepastian hukum, tetapi juga membuka ruang bagi praktik mafia tanah, yang kerap menggunakan metode serupa untuk memperkuat klaim ilegal atas lahan tertentu. Modus seperti ini sering kali dijumpai sebagai upaya penguasaan fisik secara non-prosedural tanpa adanya validasi dokumen hukum yang sah.
Fenomena tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap praktik penguasaan tanah di tingkat lokal. Papan klaim tanpa data yuridis dapat menimbulkan persepsi keliru di masyarakat, seolah-olah lahan tersebut telah memiliki kepemilikan yang sah, padahal secara hukum masih memerlukan verifikasi lebih lanjut.
Dari sisi normatif, tindakan demikian dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap prinsip administrasi pertanahan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUPA, yang menegaskan pentingnya pendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak. Ketidaksesuaian antara klaim publik dan data resmi berpotensi menimbulkan konflik agraria di kemudian hari.
Pemerintah Kabupaten Maros bersama BPN setempat diharapkan segera melakukan langkah investigatif guna memastikan status hukum lahan tersebut. Penegakan disiplin administrasi pertanahan perlu diperkuat agar praktik spekulatif dan manipulatif yang berpotensi merugikan masyarakat dapat dicegah sejak dini.
Kejadian ini menjadi refleksi penting tentang urgensi reformasi tata kelola pertanahan yang lebih transparan dan berbasis data hukum. Setiap klaim kepemilikan tanah harus berlandaskan dokumen resmi, bukan sekadar tulisan di papan yang dapat menyesatkan publik dan merusak tatanan hukum agraria nasional.
Posting Komentar